Model
Analisis Framing Robert N. Entman
Selama
lebih dari setengah abad, teori agenda setting berkonvergensi
dengan beragam konsep dan teori
komunikasi lainnya, dan atribut teori agenda setting yang berkaitan dengan
framing. Baik framing maupun atribut agenda setting memusatkan perhatian
pada perspektif komunikator dan khalayak, bagaimana berbagai topik ditampilkan
dalam suatu berita, dan status khusus yang dimiliki oleh atribut atau frame
tertentu yang terdapat dalam isi pesan.
Framing
telah menjadi salah satu pendekatan yang digunakan secara luas dalam bidang
penelitian komunikasi. Popularitas framing membentang dari komunikasi politik
dan kajian jurnalistik (Baca juga : Pengertian
Jurnalistik Menurut Para Ahli) hingga komunikasi kesehatan
dan public relations (Baca juga : Manajemen Public
Relations – Teori
Public Relations – Cabang Ilmu
Komunikasi).
Framing
sendiri merupakan salah satu pendekatan penelitian yang berpusat pada khalayak
yang berkembang pada kisaran tahun 1980an di Amerika Serikat dan berakar pada
interaksi simbolik dan konstruksi sosial. Keduanya, baik interaksi simbolik
(Baca juga : Teori
Interaksi Simbolik) ataupun konstruksi sosial (Baca juga : Konstruksi
Realitas Sosial – Teori Konstruksi
Sosial) berpendapat bahwa harapan yang kita bentuk tentang diri kita, orang
lain, dan dunia sosial kita adalah pusat dari kehidupan sosial kita.
Berdasarkan filosofi linguistik yang dirumuskan oleh Ludwig Wittgenstein,
khususnya terkait dengan ide permainan bahasa, seorang ahli sosiologi yang
bernama Erving Goffman mengembangkan analisis framing untuk
menyediakan sebuah kerangka sistematis tentang bagaimana kita menggunakan
harapan-harapan kita untuk merasakan berbagai situasi dalam kehidupan
sehari-hari dan orang-orang yang ada didalamnya. (Baca juga : Karakteristik
Media Massa)
Pengertian
Analisis Framing
Terminologi
framing memiliki sejumlah definisi yang berbeda satu sama lain. Hal dikarenakan
kurangnya atau tidak adanya kesepakatan dalam berbagai literatur jurnalistik
maupun komunikasi yang menekankan pada arti dan konsep framing. Namun, satu hal
yang disepakati adalah bahwa framing adalah sebuah teori efek media
terkait dengan bagaimana sebuah pesan ditampilkan dibandingkan dengan apa yang
disajikan. (Baca juga : Teori Efek Media
Massa – Teori
Komunikasi Massa).
Pengertian
framing dapat dipahami dalam 2 (dua) pengertian yaitu pada tingkatan makro dan
mikro.
- Pengertian framing pada tingkatan makro adalah terkait dengan bagaimana sebuah berita disajikan dan bagaimana hal ini dapat berdampak pada isi pesan. (baca juga: Semiotika Komunikasi)
- Pengertian framing yang kedua yaitu pada tingkatan mikro terkait dengan bagaimana masing-masing elemen dalam sebuah narasi berita dapat berdampak pada pembaca. Menurut Scheufele (1999) proses ini dinamakan frame media dan frame khalayak. (baca juga: Teori Semiotika Roland Barthes)
Teori
framing dibangun berdasarkan asumsi bagaimana diskusi media merefleksikan atau
memilih sudut pandang yang tepat untuk mengatakan sebuah kisah berita (frame
media) dapat mempengaruhi bagaimana publik memandang isu-isu sosial yang
penting (frame khalayak), bukan pada isu yang dipandang penting oleh khalayak.
(Baca juga : Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya)
Akar
terminologi framing sejatinya berasal dari sosiologi, antropologi, dan
psikologi. Istilah framing kemudian berkembang dalam kajian komunikasi dan
media seiring dengan dipublikasikannya sebuah artikel yang bertajuk Framing
as a fractured paradigm karya Robert N. Entman (1993). Salah
satu pengertian framing yang paling banyak dikutip adalah pengertian atau
definisi framing yang dirumuskan oleh Robert N. Entman. Ia menjelaskan bahwa
framing berita, terutama melibatkan seleksi dan makna penting yang membuat
informasi semakin menjadi sorotan khalayak. (baca juga: Teori
Semiotika Charles Sander Peirce – Teori
Semiotika Ferdinand De Saussure)
Dengan
demikian, yang dimaksud dengan model analisis framing Robert N. Entman adalah
model yang digunakan untuk menganalisa bagaimana suatu media membingkai suatu
peristiwa atau kebijakan tertentu yang menjadi perhatian khalayak. (Baca juga :
Strategi
Komunikasi Politik)
Konsep
Dasar
Berikut
adalah beberapa konsep dasar model analisis framing Robert N. Entman yang
meliputi frames dan framing, dan cara kerja frames.
a. Frames dan Framing
Framing
menurut Robert N. Entman melibatkan seleksi dan arti penting. Lebih jelasnya,
Entman menyatakan bahwa framing didefiniskan sebagai sebuah proses melakukan
seleksi dan menyoroti beberapa aspek dari sebuah situasi untuk mempromosikan
sebuah penafsiran tertentu. Penafsiran pada umumnya datang dari sebuah narasi
yang meliputi sebuah definisi yang saling terhubung mengenai masalah kebijakan,
analisis penyebab, evaluasi moral terhadap yang terlibat, dan perbaikan.
Dalam kasus ini, gambar-gambar visual seperti fotografi merupakan instrumen
framing yang ideal. (Baca juga : Komunikasi Visual – Teknik Dasar Fotografi
– Teori
Feminisme Menurut Para Ahli )
Dengan
demikian, membuat frame adalah untuk memilih beberapa aspek dari sebuah
realitas yang dirasakan dan membuatnya menjadi lebih bermakna dalam sebuah teks
yang dikomunikasikan, sedemikian rupa untuk mempromosikan definisi masalah
tertentu, penafsiran kausal, evaluasi moral, dan/atau solusi bagi setiap jenis
yang digambarkan. Menurut Gamson (1992) umumnnya frame berfungsi untuk
mendiagnosa, mengevaluasi, dan menawarkan solusi tertentu. Lebih jelasnya,
fungsi framing adalah sebagai berikut :
- Define problems atau mendefinisikan masalah-masalah yaitu menentukan apa yang agen lakukan terhadap harga dan keuntungan, umumnya diukur dalam bentuk nilai-nilai budaya.
- Diagnose causes atau mendiagnosa penyebab yaitu mengidentifikasi kuatnya menciptakan masalah.
- Make moral judgements atau membuat penilaian moral yaitu mengevaluasi agen-agen kausal dan efek yang ditimbulkan.
- Suggest remedies atau saran aitu menawarkan dan menilai perlakuan bagi berbagai masalah dan memprediksi efek-efek yang sama.
Satu
kalimat bisa jadi menampilkan lebih dari satu fungsi framing sebagaimana yang disebutkan
di atas meskipun beberapa kalimat di dalam sebuah teks tidak menampilkan salah
satu dari keempat fungsi framing. Dan sebuah frame dalam beberapa teks tertentu
mungkin saja tidak menampilkan keseluruhan fungsi tersebut. (Baca juga : Pengantar Ilmu
Komunikasi)
Sebuah
frame memiliki paling tidak 4 (empat) lokasi di dalam proses komunikasi yaitu
komunikator, teks, penerima pesan, dan budaya.
- Komunikator secara sadar atau tidak sadar membuat penilaian framing dalam memutuskan apa yang ingin dikatakan yang dipandu oleh frames atau schemata yang mengorganisasi sistem-sistem kepercayaan yang dimiliki.
- Teks berisi frames yang dimanifestasikan oleh keberadaan atau ketiadaan kata-kata kunci yang pasti, frasa, gambar-gambar stereotype, sumber informasi, dan kalimat yang menyediakan penguatan pembagian fakta-fakta atau penilaian secara tematis.
- Penerima pesan dipandu oleh frames dalam hal berpikir dan menarik kesimpulan yang merefleksikan frames ataupun tidak dalam sebuah teks dan penekanan framing terhadap komunikator.
- Budaya adalah simpanan yang secara umum membangkitkan frames. Budaya dapat didefinisikan sebagai sekumpulan frames umum yang dapat didemenostrasikan secara empiris, yang ditampilkan dalam sebuah wacana dan pemikiran sebagian besar orang dalam suatu kelompok sosial.
Framing
di semua lokasi komunikasi termasuk fungsi-fungsi yang sama yaitu seleksi dan
menyoroti, dan penggunaan elemen-elemen yang disorot untuk membentuk sebuah
argumen tentang masalah-masalah dan penyebabnya, evaluasi, dan/atau solusi.
(Baca juga : Fotografi
Jurnalistik)
b. Cara Kerja Frames
Frames
menyoroti beberapa bit informasi tentang sebuah item yang merupakan sebuah
subyek komunikasi hingga mengangkat informasi-informasi tersebut ke dalam arti
penting. Yang dimaksud dengan arti penting atau salience adalah membuat
serpihan informasi menjadi lebih diperhatikan, penuh makna, atau dapat diingat
oleh khalayak. Semakin meningkat sebuah arti penting maka akan semakin
meningkat pula kemungkinan bagi penerima pesan untuk merasakan informasi,
membedakan makna, mengolahnya, dan menyimpannya dalam ingatan. (Baca juga : Media Massa
Menurut Para Ahli)
Teks
dapat membuat informasi menjadi lebih menonjol dengan adanya penempatan atau
pengulangan, atau menghubungkan mereka dengan berbagai simbol budaya yang telah
dikenal. Jika terdapat sebuah penampilan ide yang tidak diilustrasikan dengan
jelas, bagian dari teks bisasaja akan sangat menonjol manakala sesuai
dengan skema yang ada dalam sistem kepercayaan yang dianut oleh penerima pesan.
Dengan cara yang sama, jika terdapat sebuah gagasan yang menekankan pada sebuah
teks, bisa jadi akan membuat penerima pesan akan kesulitan untuk memperhatikan,
menafsirkan, atau mengingatnya dari skema yang ada.
Frames
dan Model Cascading Activation
Model
Cascading Activation dikembangkan dan diterapkan oleh Robert W. Entman
untuk menjelaskan ulasan media mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Entman memandang bahwa berbagai aliran yang mengkaji media dan kebijakan luar
negeri dapat dibagi ke dalam dua kajian yaitu hegemoni media dan pengelolaan
indeks. Model ini merupakan bentuk tanggapan terhadap model lainnya yaitu model
propaganda dan model pengindeksian. (Baca juga : Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya)
Melalui
artikelnya Entman berpendapat bahwa baik model propaganda maupun model
pengindeksian menggambarkan sebuah mekanisme terukur dimana administrator
memaksakan frame-nya tentang kebijakan atau kejadian tertentu. Hal ini
dikarenakan baik hegemoni maupun model propaganda menolak adanya fakta bahwa
dengan berakhirnya Perang Dingin, konflik antar elit terjadi lebih banyak
dibandingakan dengan kesepakatan antar elit.
Alasan
kedua adalah Entman berpendapat bahwa meskipun model pengindeksian meneliti
pentingnya oposisi elit bagi munculnya sebuah counter frame. Hal ini
tidak menjelaskan mengapa administrasi frame terkadang diperebutkan dan yang
lainnya diterima atau berapa banyak oposisi akan bertambah.
Beberapa
ahli yang sepakat dengan konsep model cascading activation yang
digagas oleh Entman adalah W. Lance Bennett, Regina G. Lawrence, dan
Steven Livingston. Mereka berpendapat bahwa model cascading activation
memperkenalkan gradasi akhir dari kekuatan politik sejalan dengan menjelaskan
keadaan tambahan yang mungkin saja membuka kemungkinan bagi pers untuk
mengenalkan frame-frame alternatif. (Baca juga : Bauran
Komunikasi Pemasaran)
Model
cascading activation Entman menggunakan konsep framing dan berbagai
frame substantif tertentu yang biasanya tampil paling tidak dalam dua atau
empat fungsi dasar yaitu :
- Mendefinisikan masalah.
- Identifikasi penyebab dan masalah yang dikatakan.
- Penyampaian penilaian moral.
- Tawaran solusi.
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya bahwa frames akan lebih menonjol dibandingkan
dengan isi berita lainnya karena memiliki kemampuan untuk merangsang dukungan
ataupun oposisi terhadai isi tertentu dalam suatu konflik. Kemampuan ini diukur
dengan resonansi budaya dan besarnya masing-masing frame. Dipandang dari sisi
psikologi serta penyebaran aktivasi, Entman merancang sebuah model yang disebut
dengan Model Cascading Activation untuk membantu menjelaskan seberapa
menyeluruh sebuah pemikiran serta perasaan yang mendukung framing yang meluas
dari Gedung Putih atau melalui sistem lainnya. Bagi yang memenangkan kontes
framing akan mendapatkan keuntungan secara politis. (Baca juga : Teori Belajar Sibernetik)
Lebih
lanjut Entman menjelaskan bahwa terdapat 4 (empat) variable yang mempengaruhi
penyebaran aktivasi frame yaitu motivasi dan kesesuaian budaya
yang bekerja secara internal untuk menarik asosiasi mental ke dalam pemikian
masyarakat. Kemudian, kekuatan dan strategi yang bekerja secara
eksternal untuk mendorong pertimbangan frame. Dengan menyoroti interaksi antara
variabel-variabel, model ini menyoroti hubungan antara administrasi dan yang
benar-benar menghasilkan berita. (Ortiz, 2014 : 11). Model ini dirancang bagi
Amerika Serikat dan berbagai isu lainnya yang terakit dengan kebijakan luar
negeri. (Baca juga : Komunikasi
Internasional)
Manfaat Konsep Framing
Pemahaman
tentang framing dapat membantu menjelaskan banyak kontroversi empiris dan
normatif. Yang lebih penting adalah karena konsep frmaing mengarahkan perhatian
kita kepada berbagai rincian dan bagaimana sebuah teks dikomunikasikan dengan
menggunakan kekuatannya. Contohnya dalam komunikasi massa yang menunjukkan
bagaimana pemahaman bersama dapat membantu penyusunan framing sebagai sebuah
paradigma penelitian.
Sebuah
paradigma peneltian didefinisikan sebagai teori umum yang menginformasikan
kepada sebagian besar peneliti mengenai operasi dan hasil dari setiap sistem
pemikiran dan tindakan tertentu. Paradigma framing dapat diterapkan dengan
manfaat yang serupa dengan situasi opini publik dan perilaku pemungutan suara
dalam ilmu politik, studi kognitif dalam psikologi sosial, jenis kelamin, dan
penelitian tentang ras dalam studi budaya dan sosiologi, dan lain-lain. (Baca
juga : Paradigma
Penelitian Kuantitatif – Paradigma
Penelitian Kualitatif – Metode
Penelitian Komunikasi)
Manfaat Mempelajari Model Analisis
Framing Entman
Dengan
mempelajari model analisis framing Robert W. Entman dapat memberikan manfaat
yaitu kita menjadi lebih mengetahui dan memahami beberapa konsep dalam model
analisis framing Entman yaitu pengertian framing, frame dan framing, cara kerja
frame, manfaatnya dalam penelitian dan kaitannya dengan model cascading
activation yang khusus dirancang untuk menganalisa kebijakan luar negeri
negeri Paman Sam.
Demikianlah
ulasan singkat mengenai model analisis framing Robert W. Entman. Semoga
memberikan manfaat dalam bidang metode penelitian komunikasi pada umumnya dan
model analisis framing.
SUMBER