KAJIAN
ILMU
Pada
dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup
dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan
dan pendalaman yang
dilakukan oleh para akhli.
dilakukan oleh para akhli.
Secara
historis filsafat dipandang sebagai the mother of sciences atau induk segala
ilmu, hal ini sejalan dengan pengakuan Descartes yang menyatakan bahwa
prinsip-prinsip dasar ilmu diambil dari filsafat. Filsafat alam mendorong
lahirnya ilmu-ilmu kealaman, filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu sosial, namun
dalam perkembangannya dominasi ilmu sangat menonjol, bahkan ada yang menyatakan
telah terjadi upaya perceraian antara filsafat dengan ilmu, meski hal itu
sebenarnya hanya upaya menyembunyikan asal usulnya atau perpaduannya seperti
terlihat dari ungkapkan Husein Nasr (1996) bahwa :
- meskipun sains modern mendeklarasikan independensinya dari aliran filsafat tertentu, namun ia sendiri tetap berdasarkan sebuah pemahaman filosofis partikular baik tentang karakteristik alam maupun pengetahuan kita tentangnya, dan unsur terpenting di dalamnya adalah Cartesianisme yang tetap bertahan sebagai bagian inheren dari pandangan dunia ilmiah modern
- dominasi ilmu terutama aplikasinya dalam bentuk teknologi telah menjadikan pemikiran-pemikiran filosofis cenderung terpinggirkan, hal ini berdampak pada cara berfikir yang sangat pragmatis-empiris dan partial, serta cenderung menganggap pemikiran radikal filosofis sebagai sesuatu yang asing dan terasa tidak praktis, padahal ilmu yang berkembang dewasa ini di dalamnya terdapat pemahaman filosofis yang mendasarinya sebagaimana kata Nasr .
Perkembangan
ilmu memang telah banyak pengaruhnya bagi kehidupan manusia, berbagai kemudahan
hidup telah banyak dirasakan, semua ini telah menumbuhkan keyakinan bahwa ilmu
merupakan suatu sarana yang penting bagi kehidupan, bahkan lebih jauh ilmu
dianggap sebagai dasar bagi suatu ukuran kebenaran. Akan tetapi kenyataan
menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat didekati dengan pendekatan ilmiah,
sekuat apapun upaya itu dilakukan, seperti kata Leenhouwers yang menyatakan:
Walaupun
ilmu pengetahuan mencari pengertian menerobos realitas sendiri, pengertian itu
hanya dicari di tataran empiris dan eksperimental. Ilmu pengetahuan membatasi
kegiatannya hanya pada fenomena-fenomena, yang entah langsung atau tidak
langsung, dialami dari pancaindra. Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak
menerobos kepada inti objeknya yang sama sekali tersembunyi dari observasi.
Maka ia tidak memberi jawaban prihal kausalitas yang paling dalam.
pernyataan
di atas mengindikasikan bahwa adalah sulit bahkan tidak mungkin ilmu mampu
menembus batas-batas yang menjadi wilayahnya yang sangat bertumpu pada fakta
empiris, memang tidak bisa dianggap sebagai kegagalan bila demikian selama
klaim kebenaran yang disandangnya diberlakukan dalam wilayahnya sendiri, namun
jika hal itu menutup pintu refleksi radikal terhadap ilmu maka hal ini mungkin
bisa menjadi ancaman bagi upaya memahami kehidupan secara utuh dan kekayaan
dimensi di dalamnya.
Meskipun
dalam tahap awal perkembangan pemikiran manusia khususnya jaman Yunani kuno
cikal bakal ilmu terpadu dalam filsafat, namun pada tahap selanjutnya ternyata
telah melahirkan berbagai disiplin ilmu yang masing-masing mempunyai asumsi
filosofisnya (khususnya tentang manusia) masing-masing. Ilmu ekonomi memandang
manusia sebagai homo economicus yakni makhluk yang mementingkan diri sendiri
dan hedonis, sementara sosiologi memandang manusia sebagai homo socius yakni
makhluk yang selalu ingin berkomunikasi dan bekerjasama dengan yang lain, hal
ini menunjukan suatu pandangan manusia yang fragmentaris dan kontradiktif,
memang diakui bahwa dengan asumsi model ini ilmu-ilmu terus berkembang dan
makin terspesialisasi, dan dengan makin terspesialisasi maka analisisnya makin
tajam, namun seiring dengan itu hasil-hasil penelitian ilmiah selalu berusaha
untuk mampu membuat generalisasi, hal ini nampak seperti contradictio in
terminis (pertentangandalam istilah)
Dengan
demikian eksistensi ilmu mestinya tidak dipandang sebagai sesuatu yang sudah
final, dia perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi untuk
memposisikan secara tepat dalam batas wilayahnya, hal inipun dapat membantu
terhindar dari memutlakan ilmu dan menganggap ilmu dan kebenaran ilmiah sebagai
satu-satunya kebenaran, disamping perlu terus diupayakan untuk melihat ilmu
secara integral bergandengan dengan dimensi dan bidang lain yang hidup dan
berkembang dalam memperadab manusia. Dalam hubungan ini filsafat ilmu akan
membukakan wawasan tentang bagaimana sebenarnya substansi ilmu itu, hal ini
karena filsafat ilmu merupakan pengkajian lanjutan, yang menurut Beerleng,
sebagai Refleksi sekunder atas illmu dan ini merupakan syarat mutlak untuk
menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan
yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada, melalui pemahaman tentang
asas-asas, latar belakang serta hubungan yang dimiliki/dilaksanakan oleh suatu
kegiatan ilmiah.
Dilihat
dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan
dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu
bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami
secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan
yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah tersebut.
Pengertian-pengertian
di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa akhli tentang makna filsafat
ilmu. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat
yang kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia,
Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan
untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah,
penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-dasar
validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta
metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian
dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri
secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka dikemukakan oleh
Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori
ilmiah serta hubungan antara teori dan eksperimen, demikian juga halnya
Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping
posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).