Penelitian
kuantitatif berlandaskan filosofi positivisme dan rasionalisme. Positivisme
adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari
realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis,
positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme
(bila ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam
penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang
valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal
dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat
pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis,
dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma bahwa sumber pengetahuan
paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi
hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience).
Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi
penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena
(general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan
fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang
terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena
pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka
ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Adapun
penelitian kualitatif berdasarkan landasan falsafah fenomenologi,
antropologi, dan interaksi simbolik. Fenomenologi diartikan sebagai orientasi
teoritis dalam memahami tingkah laku manusia didasarkan pada kerangka acuan si
pelaku. Proses penelitian lebih menekankan pada usaha untuk memahami makna dari
suatu kejadian atau interaksi orang dalam suatu situasi tertentu. Proses
penelitian lebih menekankan pada usaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual
subjek penelitian di sekitar kejadian yang diteliti. Penelitian kualitatif
lebih menekankan pada usaha untuk menelaah suatu fenomena sosial secara wajar
dan alami, melalui pengamatan ,wawancara atau metode penggalian data kualitatif
lainnya secara mendalam. [2]
Paradigma
kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan
itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan
keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya
berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian
kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah –
bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya, secara epistemologis,
paradigma kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan
tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan
verifikasi.
Uraian
di atas, memberikan pemahaman kepada kita tentang garis pembeda antara landasan
pendekatan penlitian kuantitatif dan kualitatif. Selanjutnya pembahasan
ini akan penulis lebih pertajam lagi pada bab pembahsan selanjutnya. Sehingga,
sampai pada focus pembahasn yaitu sikap peneliti menghadapi informan
maupun responden dalam kerangka pendekatan kuantitatif serta kualitatif guna
memperoleh data yang benar dan akurat.
Sumber