Perbedaan Perspektif secara Ontologi,
Aksiologi, dan Epistemologi
Perspektif berasal dari kata bahasa
Itali “Prospettiva” yang berate “gambar pandangan”. Sedangkan
menurut kamus bahasa Inggris, perspektif diartikan sebagai seni menggambar
sesuatu yang memberikan kesan jarak dan ukuran. Maka, dapat disimpulkan,
perspektif sebagai cara piker seseorang terhadap sesuatu hal yang ada di muka
bumi.
Perspektif dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu perspektif positivism, konstruktivism, dan kritis. Ketiga perspektif
tersebut memiliki perbedaan, dilihat dari aspek filsafatnya, dapat dibedakan
dengan melihat nilai – nilai kegunaannya (aksiologi), realitas (ontology), dan bagaimana
mendapatkan realitas tersebut (epistimologi).
POSITIVISM
Dalam
perpektif positivism, komunikasi dilihat proses sebab akibat, dimana komunikasi
menganggap bersifat satu arah.
Perbedaan
dalam aspek filsafat, perpektif positivism, dibedakan menjadi :
- Aksiologi
Pengetahuan
proposional tentang dunia adalah tujuan dan nilai instrinsik.
- Ontologi
Realisme
naïf; realitas “nyata” tetapi dapat ditangani.
- Epistimologi
Dualis
atau objektifis. Temuan temuan dinyatakan benar.
Konstruktivism
Perspektif
konstruktivisme adalah cara pandang yang muncul setelah melalui proses yang
cukup lama, yaitu muncul setelah sekian lama (berabad-abad) generasi ilmuan
berpegang teguh pada paradigma klasik. Paradigma ini dikatakan sebagai
antitesis dari paradigma positivisme yang meletakkan pengamatan dan
objektivitas dalam menemukan suatu relitas atau ilmu pengetahuan.
- Ontologi
Paradigme
konstruktivisme menyatakan bahwa realitas itu ada dalam bentuk konstruksi
mental yang bermacam-macam, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan
spesifik, tergantung pada orang yang melakukannya.
- Epistemologi
Paradigma
konstruktivisme bersifat subjektif dan transaksional. Pemahaman tentang suatu
realitas atau temuan merupakan suatu produk interaksi antara peneliti dengan yang
diteliti. Dalam mengungkap suatu kebenaran, peneliti dan objek penelitiannya
berhubungan secara interaktif, sehingga fenomena dan pola-pola keilmuan dapat
dirumuskan dengan memperhatikan gejala hubungan yang terjadi di antara
keduanya. Karena itu, hasil rumusan ilmu yang dikembangkan dengan sangat
subjektif. Hal tersebut sesuai dengan salah satu kutipan dari pernyataan yang
disampaikan oleh Glaser dan Strauss (1967) yaitu going directly to the real
world to look what emerges.
- Aksiologi
Paradigma
konstruktivisme menganggap bahwa nilai, etika, dan pilihan moral merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu penelitian. Peneliti di sini
bertindak sebagai passionate participant, yaitu fasilitator yang
menjembatani keragaman subjektivitas pelaku social. Di mana tujuan
penelitiannya adalah rekonstruksi realitas social secara dialektik antara
peneliti dengan aktor social yang diteliti.
KRITIS
Perspektif
kritis adalah perspektif yang menilai bahwa sesuatu terjadi karena adanya
diskriminasi atau dominasi dari pihak – pihak tertentu terhadap suatu fenomena
yang terjadi. Pendekatan Teori Kritis tidak bersifat kontemplatif atau
spektulatif murni, dan menurut sekolah kritikal, teori kritis itu umumnya
anti-positivist dan banyak yang berorientasi pada filosofi (Roger, 1994: 123).
- Ontologi
Realisme
historis; realitas yang terlihat dibentuk oleh nilai – nilai social, politik,
cultural, ekonomik, etnik dan gender, terkristalisasi sepanjang waktu.
- Aksiologi
Pengetahuan
proposional transaksional dapat bernilai secara instrumental sebagai alat untuk
emansipasi social adalah tujuan dan nilai intrinsic.
- Epistimologi
Transaksional
atau subjektivis; termuan – temuan yang benar terjadi di realitas yang
sebenarnya.