Landasan Teori
Fenomenologi – Pengertian, Asumsi dan Kerangkanya
Dalam
artikel Cabang
Ilmu Komunikasi telah diulas sekilas mengenai berbagai tradisi pendekatan
dalam penelitian ilmu komunikasi yang diutarakan oleh Robert T. Craig.
Menurutnya, sebagaimana yang dinyatakan melalui Littlejohn dan Foss dalam Encyclopedia
of Communication Theory (2009 : 960), terdapat tujuh tradisi yang
memberikan kontribusi dalam bidang teori komunikasi saat
ini yang masing-masing memiliki sejarah serta karakteristik dalam
mendefinisikan komunikasi dan kerangka masalah komunikasi yang berbeda satu
sama lain. Ketujuh tradisi tersebut adalah retorika, semiotika, fenomenologi,
sibernetika, psikologi sosial, teori sosiobudaya, dan teori kritis.
Sebagai
salah satu tradisi teori komunikasi, fenomenologi mengkonseptualisasikan
komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain dalam sebuah dialog.
Fenomenologi memandang masalah komunikasi, sebagaimana semiotika, berkembang
dalam kesenjangan antara berbagai sudut pandang subjektif bahwa seseorang tidak
dapat secara langsung mengalami kesadaran lainnya dan potensi memahami
intersubjektif adalah terbatas. Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat dua
pendekatan yang berbeda yaitu semiotika dan fenomenologi.
Pendekatan
semiotika melihat pemaknaan berbagai perlambang. Sementara itu, fenomenologi
melihat cara manusia dalam mengalami diri dan orang lain. Hambatan-hambatan
komunikasi dapat berkembang karena adanya ketidakpedulian diri, tidak
adanya penerimaan terhadap berbagai perbedaan, atau strategi yang digunakan
dapat menghalangi keterbukaan kepada yang lain. Fenomenologi menekankan
kebutuhan bagi manusia untuk berpaling satu sama lain dan pengalaman diri dan
lainnya dalam dialog yang tulus.
Baca
: Komunikasi Asertif
Pengertian
Fenomenologi
Istilah
fenomenologi dalam bahasa Yunani disebut dengan phainomenon yang berarti
“apa yang tampak” dan logos yang berarti studi. Sedangkan, istilah
fenomenologi dalam bahasa Latin disebut dengan phenomenologia yang
dikenalkan oleh Christoph Friedrich Oetinger (1736).
Kemudian,
Johann Heinrich Lambert mengenalkan istilah fenomenologi dalam bahasa
Jerman dengan nama phanomenologia. Pada abad ke-18, fenomenologi
dimaksudkan sebagai teori dasar penampakan untuk mengkaji secara empiris
mengenai pengetahuan penampakan sensori. (Baca juga: Internet
sebagai Media Komunikasi)
Fenomenologi
secara umum dipahami sebagai bidang disiplin filsafat dan atau sebagai sebuah
pergerakan dalam sejarah filsafat.
Kerangka
Teori Fenomenologi sebagai Disiplin Ilmu
Terdapat
beberapa kerangka fenomenologi sebagai suatu disiplin ilmu, diantaranya:
A. Fenomenologi sebagai Bidang Disiplin
Filsafat
Sebuah
studi mengenai struktur pengalaman atau kesadaran. Secara literal, fenomenologi
adalah studi tentang fenomena atau gejala yang mencakup penampilan sesuatu atau
sesuatu sebagaimana mereka tampil dalam pengalaman manusia, atau cara manusia
dalam mengalami sesuatu termasuk didalamnya arti dari sesuatu tersebut yang
dimiliki oleh manusia dalam pengalamannya.
Fenomenologi
mempelajari kesadaran pengalaman manusia sebagai pengalaman subjektif atau
pengalaman dari sudut pandang orang pertama. Bidang disiplin fenomenologi
kemudian dibedakan dan berhubungan dengan bidang utama filsafat yaitu ontologi,
epistemologi, logika, dan etika.
B. Fenomenologi sebagai Sebuah
Pergerakan dalam Sejarah Filsafat
Tradisi
filsafat yang berkembang pada awal abad ke-20 di benua Eropa, khususnya di
Jerman yang dipelopori oleh Edmund Gustav Albrecht Husserl, Karl Jaspers,
dan Martin Heidegger, serta di Perancis yang dipelopori oleh Maurice
Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, dan Simone de Beauvoir. Dalam
pergerakan itu, bidang disiplin fenomenologi dipandang sebagai dasar bagi semua
filsafat.
Richard
L. Lanigan dalam
tulisannya berjudul The Phenomenology of Human Communication as a
Rhetorical Ethic (1977 : 5) menyatakan bahwa fenomenologi sebagai
pergerakan dalam sejarah filsafat meletakkan tujuan dan arah dalam teori dan
praksis yang disebut dengan pengalaman sadar misalnya hubungan antara manusia
dan tempat ia hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa fenomenologi sebagai
sebuah teori menekankan dirinya dengan alam dan fungsi kesadaran.
Ketika
kesadaran disebut sebagai fenomena manusia maka fenomenologi digambarkan secara
jelas sebagai sebuah sikap atau filsafat manusia. Sedangkan, fenomenologi
sebagai praksis beroperasi sebagai sebuah metodologi investigatif yang
menjelaskan berbagai pengalaman. Penerapan metodologi memiliki jangkauan yang
sama dengan jangkauan penjelasan tentang permasalahan yang dimiliki oleh
pengalaman tersebut.
Dengan
demikian, fenomenologi adalah sebuah pergerakan bersejarah, tradisi filsafat
eksisensial, dan metodologi penelitian yang mencontoh filsafat ilmu (Lanigan,
1977 : 5).
Baca
juga:
- Teori Spiral Keheningan
- Teori Agenda Setting
- Teori Uses and Gratifications
- Teori Komunikasi Politik
- Teori Komunikasi Antar Pribadi
C. Fenomenologi sebagai Metode
Dalam
sejarah ilmu manusia dan filsafat, salah satu pendekatan yang terbaik untuk
memahami ruang lingkup pengalaman kesadaran manusia adalah fenomenologi. Tidak
seperti hewan atau mesin, manusia memiliki fungsi dalam tiga tingkatan simultan
kesadaran yang mengintegrasikan ekspresi dan persepsi dari afeksi atau emosi,
kognitif atau pikiran, dan konatif atau tindakan yang bertujuan. (baca
juga: Literasi
Media)
Para
peneliti filsafat menyebutnya dengan istilah Latin yaitu capta, data,
dan acta. Ketiga deskripsi proses analitik tersebut mengikuti model
metodologi penelitian standar dari fenomenologi semiotika yang terdiri dari
deskripsi, reduksi, dan intepretasi (Lanigan, 2015 : 2). (Baca juga: Sejarah Jurnalistik di Indonesia)
Menurut
Jurgen Ruesch (1972) ketiga tahapan prosedur yang terdiri dari
deskripsi, reduksi dan intepretasi, mengacu pada proses dasar dari komunikasi,
yaitu understanding atau memahami, acknowledging atau mengakui,
dan agreeing atau menyetujui. Sebagai sebuah praksis, fenomenologi
berjalan dengan menggunakan metodologi investigatif untuk menjelaskan
pengalaman manusia. Fenomenologi sebagai sebuah metodologi dikenalkan oleh Richard
L. Lanigan. Menurutnya, fenomenologi sebagai metodologi memiliki tiga
tahapan proses yang saling bersinergi, yaitu :
1.
Deskripsi fenomenologis
Para
ahli fenomenologi berpendapat bahwa kata sifat fenomenologis digunakan untuk mengingatkan
jika kita berhubungan dengan capta yaitu pengalaman sadar. (Baca juga: Peran Media Komunikasi Politik)
2.
Reduksi fenomenologis
Tujuan
dari reduksi fenomenologis adalah untuk menentukan bagian mana dari deskripsi
yang penting dan bagian mana yang tidak penting. Dalam artian, reduksi
fenomenologis bertujuan untuk melakukan isolasi suatu objek dari kesadaran yang
masuk ke dalam pengalaman yang dimiliki.
Teknik
yang umum dilakukan dalam reduksi fenomenologis adalah variasi bebas
imajinatif. Prosedur ini terdiri dari refleksi berbagai bagian dari pengalaman
dan membayangkan setiap bagian sebagai kehadiran atau ketiadaan dalam
pengalaman secara sistematis. (Baca juga: Efek Media
Sosial)
3.
Intepretasi fenomenologis
Pada
umumnya dimaksudkan untuk menjelaskan pemaknaan yang lebih khusus atau yang
penting dalam reduksi dan deskripsi dari pengalaman kesadaran yang tengah
diselidiki. Secara teknis, intepretasi disebut secara beragam dengan semiotik
atau analisis hermeneutik. Semiologi adalah studi yang mempelajari sistem
lambang atau kode-kode. Dengan demikian hermeneutik semiologi adalah hubungan khusus
yang menyatukan deskripsi dan reduksi.
D. Fenomenologi sebagai Bidang Disiplin
Filsafat
Fenomenologi
sebagai bidang disiplin tidak dapat disamakan dengan filsafat namun berkaitan
dengan berbagai disiplin kunci dalam filsafat seperti ontologi, epistemologi,
logika, dan etika. Masing-masing disiplin kunci filsafat memiliki domain studi
yang berbeda satu sama lain. (Baca juga: Media
Komunikasi Modern)
Begitu
pula dengan fenomenologi. Walaupun terdapat perbedaan dalam domain studi,
fenomenologi berkaitan dengan masing-masing disiplin kunci filsafat. Berikut
adalah keterkaitan antara fenomenologi dengan ontologi, epistemologi, logika,
dan etika. (Baca juga: Pengaruh
Media Sosial)
- Fenomenologi dan epistemologi
Berdasarkan
epistemologi modern, fenomenologi membantu mendefinisikan suatu fenomena yang
diklaim oleh pengetahuan. Di lain pihak, fenomenologi sendiri mengklaim untuk
mencapai pengetahuan tentang sifat kesadaran manusia dilakukan melalui sebuah
bentuk intuisi.
Lalu
ada pengertian fenomenologi lain, diantaranya:
- Fenomenologi dan logika: Teori makna logika mengantarkan Husserl kepada teori intensionalitas yang merupakan jantung fenomenologi.
- Fenomenologi dan ontologi: Fenomenologi mempelajari sifat kesadaran manusia yang menjadi isu sentral dalam metafisis atau ontologi.
- Fenomenologi dan etika: Fenomenologi memainkan peran dalam etika dengan menawarkan analisis struktur keinginan, penilaian, kebahagiaan, dan kepedulian terhadap sesama.
Baca
: Psikologi
Komunikasi
Penelitian Fenomenologis
Penelitian
fenomenologis bertujuan untuk mengekspresikan diri secara murni tanpa adanya
gangguan dari peneliti. Terdapat beberapa tahapan harus yang dilalui ketika
melakukan penelitian yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan
describing.
- Bracketing – proses mengidentifikasi dan menahan setiap keyakinan serta pendapat yang sebelumnya telah terbentuk yang mungkin saja ada dan mengenai fenomena atau gejala yang sedang diteliti.
- Intuiting – proses yang terjadi ketika peneliti bersikap terbuka terhadap makna yang terkait dengan fenomena oleh mereka yang pernah mengalaminya sehingga menghasilkan pemahaman umum mengenai fenomena yang sedang diteliti. (Baca juga: Proses Interaksi Sosial)
- Analyzing – proses yang melibatkan proses lainnya yang meliputi coding, kategorisasi dan memahami arti dari fenomena tersebut. (Baca juga: Komunikasi Pembelajaran)
- Describing – pada tahapan ini, peneliti menjadi mengerti, memahami, dan mendefinisikan fenomena yang diteliti. Tujuannya adalah mengkomunikasikan dan menawarkan perbedaan, atau deskripsi kritis dalam bentuk tertulis atau verbal.
Baca
: Komunikasi Non
Verbal
Asumsi Dasar
Fenomenologi
sebagai bidang disiplin filosofis memiliki beberapa asumsi dasar yang berakar
dari asumsi epistemologis serta asumsi ontologi. Keduanya memberikan kontribusi
dalam menjelaskan dasar-dasar pendekatan filosofis untuk memahami berbagai
fenomena sosial. (Baca : Komunikasi
Sosial)
Menurut
Mark P. Orbe melalui Encyclopedia of Communication Theory (2009 :
751-752), fenomenologi memiliki 5 (lima) asumsi dasar, yaitu :
- Asumsi pertama adalah penolakan terhadap gagasan bahwa para peneliti dapat bersikap objektif. Para ahli fenomenologi percaya bahwa pengetahuan mengenai esensi hanya dapat dilakukan dengan cara mengasah berbagai asumsi yang telah ada sebelumnya melalui suatu proses-yang dalam fenomenologi dikenal dengan istilah epoche. (Baca juga: Jenis – jenis Interaksi Sosial)
- Asumsi kedua adalah bahwa pemahaman yang mendalam terhadap sifat dan arti dari hidup terletak pada analisis praktik kehidupan yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya.
- Asumsi ketiga adalah eksplorasi manusia yang bertentangan dengan individu adalah hal sangat penting dalam fenomenologi. Manusia dipahami melalui berbagai cara yang unik sebagaimana mereka merefleksikannya melalui keadaan sosial, budaya, dan sejarah kehidupannya.
- Asumsi keempat adalah bagaimana manusia dikondisikan dalam sebuah proses penelitian. Para peneliti fenomenologi tertarik untuk mengumpulkan berbagai pengalaman sadar manusia yang dianggap penting melalui intepretasi seorang individu dibandingkan dengan pengumpulan data secara tradisional.
- Asumsi kelima berkaitan dengan proses. Fenomenologi adalah sebuah metodologi yang berorientasi pada penemuan yang secara spesifik tidak menentukan sebelumnya apa yang akan menjadi temuannya.
Tipe-tipe Tradisi Fenomenologi
Terdapat
berbagai macam tradisi fenomenologi, yaitu :
- Fenomenologi eksistensial (existential phenomenology) – adalah suatu studi yang menitikberatkan pada kehadiran manusia termasuk didalamnya pengalaman manusia dalam kebebasan untuk menentukan pilihan ataupun tindakan dalam suatu situasi
- Fenomenologi historis generatif (generative historicist phenomenology) – adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana memaknai segala sesuatu yang ditemui dalam pengalaman manusia kemudian digeneralisasikan ke dalam proses historis kumpulan pengalaman sepanjang waktu
- Fenomenologi genetik (genetic phenomenology) – adalah studi yang mempelajari asal mula makna dari berbagai hal yang berada dalam pengalaman sendiri
- Fenomenologi hermeneutik (hermeneutical phenomenology) – adalah studi yang mempelajari struktur intepretatif pengalaman, bagaimana kita memahami dan mengikutsertakan berbagai hal di sekitar kita ke dalam dunia manusia kita termasuk diri kita sendiri dan orang lain
- Fenomenologi konstitutif naturalistik (naturalistic constitutive phenomenology) – adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana kesadaran mengambil berbagai hal dalam dunia alam dengan asumsi bahwa sikap alami kesadaran adalah bagian dari alam
- Fenomenologi realistik (realistic phenomenology) – adalah suatu studi yang menitikberatkan pada pencarian esensi universal dari berbagai hal termasuk tindakan manusia, motif, dan diri sendiri. Selain itu, beberapa ahli menambahkan berbagai hal lainnya yang meliputi filsafat hukum fenomenologis (Adolf Reinach); etika, teori nilai, agama, dan filosofi antropologis (Max Scheler); estetika, arsitektur, musik, sastra, dan film (Roman Ingarden); filosofi ilmu pengetahuan manusia dan gender (Edith Stein).
- Fenomenologi konstitutif transendental (transcendental constitutive phenomenology) – adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana suatu objek dikonstitusikan ke dalam kesadaran transendental
Baca
: Komunikasi Gender
Komunikologi sebagai Teori Fenomenologi
Pada
akhir tahun 1950an, di Amerika Serikat, teori fenomenologi komunikasi diadopsi
dengan nama komunikologi. Komunikologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai
gejala sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa,
komunikasi kelompok, dan komunikasi antar
pribadi atau interpersonal. Pada tahun 1967, Keith Brooks dalam
bukunya The Communicative Arts and Science of Speech menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan komunikologi adalah integrasi prinsip-prinsip
komunikasi yang diketengahkan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
Komunikologi
juga dapat diartikan sebagai suatu filsafat komunikasi yang
realistis, suatu program penelitian yang sistematis yang mengkaji berbagai
teori komunikasi, menjembatani kesenjangan dalam pengetahuan, memberikan
penafsiran dan saling mengabsahkan berbagai penemuan yang dihasilkan oleh
berbagai disiplin khusus dan berbagai program penelitian.
Komunikologi
merupakan program yang luas yang mencakup-tanpa membatasi dirinya
sendiri-berbagai kepentingan atau berbagai teknik setiap disiplin akademik
(Efendi, 1987 : 5-6).
Sementara
itu, komunikologi menurut Richard L. Lanigan (2015 : 1) adalah ilmu
komunikasi manusia sebagai sebuah media komunikasi (bukan saluran komunikasi) bagi
4 (empat) tingkatan pengalaman interaksi yang saling berhubungan yaitu
intrapersonal (embodied), interpersonal (diadik), kelompok (sosial), dan
antar-kelompok (budaya). Terminologi komunikologi kini telah berkembang dari
bentuk aslinya yang menekankan pada komunikasi interpersonal ke berbagai
tingkatan fenomenologis.
Baca
: Komunikasi
Antar Budaya
Kelebihan dan Kekurangan Fenomenologi
Fenomenologi
sebagai bidang disiplin filsafat dan sebagai metodologi ilmu manusia telah
diakui kemampuannya dalam mempelajari suatu fenomena sosial. Para peneliti
komunikasi kontemporer menggunakan kelebihan fenomenologi sebagai prinsip dasar
yang kuat dalam penelitian komunikasi.
Selain
itu, fenomenologi juga memberikan penawaran kepada para peneliti komunikasi
suatu pendekatan ilmu manusia untuk mempelajari fenomena dengan cara yang tetap
peka terhadap keunikan orang yang diteliti.
Disamping
kelebihannya, fenomenologi juga tidak lepas dari kritik para peneliti lainnya,
salah satunya adalah Daniel Dennett. Daniel Dennet menyatakan bahwa
pendekatan orang pertama dalam fenomenologi memiliki keterbatasan dalam
meneliti keberadaan manusia secara efektif.
Pendekatan
orang pertama dipandang sebagai pendekatan subyektif yang merujuk pada
terminologi autofenomenologi. Selain itu, fenomenologi juga memiliki
keterbatasan dalam ketidakmampuannya untuk menghasilkan suatu intepretasi
reduksi yang lengkap atau kecenderungan untuk mempromosikan sebuah
konseptualisasi esensialis dari suatu fenomena. (Baca juga: Komunikasi Sosial)
Manfaat Mempelajari Teori Fenomenologi
Mempelajari
fenomenologi dapat memberikan manfaat dalam membantu memahami fenomenologi yang
mencakup sejarah, varian, serta penerapannya dalam ilmu komunikasi secara
umum. (Baca juga: Komunikasi Pertanian)
Demikian
uraian singkat tentang fenomenologi sebagai disiplin filsafat dan psikologi
serta kaitannya dengan ilmu komunikasi manusia atau komunikologi. Semoga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu komunikasi khususnya fenomena
komunikasi.
SUMBER