KONTEMPLASI & NALAR


KONTEMPLASI

kontemplasi/kon·tem·pla·si/ /kontémplasi/ n renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh;

berkontemplasi/ber·kon·tem·pla·si/ v merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah yang merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau niat suatu hasil penciptaan.
nalar2/na·lar/ n 1 pertimbangan tentang baik buruk dan sebagainya; akal budi: setiap keputusan harus didasarkan -- yang sehat; 2 aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis; jangkauan pikir; kekuatan pikir;
bernalar/ber·na·lar/ v mempunyai nalar; menggunakan nalar; berpikir logis;
kebernalaran/ke·ber·na·lar·an/ n perihal atau keadaan yang sesuai dengan nalar atau pikiran logis;
menalarkan/me·na·lar·kan/ v menjadikan bernalar;
penalaran/pe·na·lar·an/ n cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran: kepercayaan takhayul serta ~ yang tidak logis haruslah dikikis habis; 2 hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman; 3 proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip;~ berputar cara berpikir yang tidak lugas
Pengertian Kontemplasi dan ekstansi
Kontemplasi dan ekstansi
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Kontemplasi adalah memandang jauh ke depan demi mendapatkan arah dan kemungkinan tindakan lain (antisipasi) yang lebih bermakna. Ketika akan melakukan suatu aksi, misalnya saja menyusuri sungai, atau mendaki gunung, dalam benak, kita sudah melakukan gladi resik perjalanan. Kita membayangkan kemungkinan pengalaman yang akan kita dapatkan ke depan. Membayangkan jalan-jalan yang akan dilalui, rintangan-rintangan yang mungkin menghalangi dan memikirkan antisipasinya apa.
Kontemplasi itu berarti memberi perhatian penuh pada sesuatu obyek. Sangat penting bagi manusia untuk memberikan kesempatan kepada dirinya untuk berhenti, dan mengkonsentrasikan diri kepada setiap obyek. Mengamatinya, tanpa memikirkannya, dan kemudian menemukan keindahan di dalamnya yang akan membawa manusia pada rasa syukur yang besar kepada realitas tertinggi.
Tetapi, lebih penting lagi untuk mendisposisikan diri pada suatu kecenderungan diri untuk selalu memiliki kesadaran mendalam akan suatu obyek. Melihat dengan sungguh, merasa dengan sungguh. Lebih pada pemaksimalan daya indera dan rasa, bukan pada pemikiran. Karena pemikiran manusia sudah dipenuhi dengan hal-hal yang begitu banyak, bervariasi, penuh dengan ide-ide hasil dari konstruksi kenyataan sosial, konformitas, serta program-program (yang seringkali superficial) yang jika manusia hindari akan menimbulkan ketakutan-ketakutan yang akhirnya membawa manusia kembali sibuk berkutat dengan ‘kepalanya’. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah.
Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena derajat atau tingkat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda sesuai dengan intuisi dari masing-masing individu.

SOURCES: