LOGIKA KAIDAH BERPIKIR


Pengertian Logika dan Kaidah Berpikir
Dalam arti teknis, perkataan logika menunjuk pada suatu disiplin, yakni kegiatan intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara sistematik dan terorganisasi yang terikat pada aturan-aturan prosedur tertentu (Dasar-Dasar Logika; E. Sumaryono).

Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir lurus (tepat) (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM), Sedangkan menurut saya adalah kemampuan berfikir manusia yang dapat disimpulkan dalam suatu gagasan. Secara umum logika itu berkaitan dengan “pikiran” dan “kata”, sedangkan “pikiran dan “kata” mempunyai hubungan erat, artinya bahwa bahasa berkaitan erat dengan pikiran.

Cara orang berbahasa mencerminkan caranya berfikir dan jalan pikirannya. Jadi, secara etimologikal, Logika berarti ilmu yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa.

Para ahli studi Logika ini adalah: Zeno, Sokrates, Plato, Aristetoles, dan Phytagoras. Berpikir adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban (Dasar-Dasar Logika; E. Sumaryono). Berfikir adalah obyek material logika. Yang di maksudkan dengan berfikir di sini ialah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir manusia dapat mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah di perolehnya (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM), Sedangkan menurut saya adalah kemampuan manusia dalam mengolah otaknya. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM), Sedangkan menurut saya adalah sekumpulan gagasan yang menjadi sekumpulan ilmu yang memberikan suatu wawasan kepada kita.

Azas ialah sesuatu yang mendahului sedangkan Azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM). Azas-azas pemikiran merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Selain menjadi dasar, azas-azas pemikiran juga merupakan azas-azasyang dengan sendirinya terang sekali (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM).

Logika sebagai suatu disiplin, objek studinya adalah kegiatan berpikir bukan proses berpikirnya. Dalam arti teknis, berpikir adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban. Kerangka bertanya itu akan terjadi jika manusia merasa dihadapkan pada pertanyaan atau masalah. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, manusia itu tidak selalu dari saat ke saat melakukan kegiatan berpikir dalam arti teknis tersebut. Manusia pada dasarnya hanya akan berpikir secara sungguh-sungguh jika dihadapkan pada faktor atau sesuatu hal yang memaksa ia berpikir.

Faktor-faktor yang akan memaksa manusia untuk berpikir antara lain:
Jika pernyataan atau pendiriannya dibantah oleh orang lain.
Jika dalam lingkungannya terjadi perubahan secara mendadak, atau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan.
Jika ia ditanya.
Dorongan rasa ingin tahu.

Apabila kegiatan berpikir hanya untuk memecahkan sesuatu masalah dengan cara eksplisit mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut yang bertujuan untuk semata-mata memecahkan masalah tersebut, sehingga kegiatan berpikir ini dapat disebut berpikir refleksif.

Sedangkan berpikir refleksif itu selalu berupa kegiatan yang terarah dan teratur. Maksud dari berpikir terarah itu sendiri adalah kegiatan berpikir yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menjadi pusat perhatian terus-menerus. Logis sebagai salah satu ciri penalaran mengandung pengertian bahwa setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya masing-masing. Maka penalaran adalah suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis adalah suatu kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu.

Sedangkan berpikir logis itu memiliki konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Namun manusia dalam melakukan kegiatan berpikir tidak selalu didasarkan pada penalaran, tapi ada juga kegiatan berpikir yang didasarkan pada perasaan dan intuisi disebut dengan kegiatan berpikir non-analistis.

Berpikir non-analistis adalah suatu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada pola kegiatan berpikir tertentu. Cara berpikir non-analistis sering berkaitan dengan dengan perasaan. Maka dapat disimpulkan bahwa ada dua cara berpikir dalam menemukan pengetahuan yang benar, yaitu penalaran dan perasaan.

SOURCE: